BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengalaman menunjukkan bahwa diberbagai negara bahwa ada salah satu syarat
yang diperlukan untuk menunjukkan tingginya tingkat
keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah yaitu dimulai dari
mantapnya pemahaman dari para aparat terkait tentang makna indikator-indikator
dan variable-variabel pembangunan serta pengertian kebijaksanaan yang
diterapkan oleh pemerintah pusat dan daerah, dimana kedua kebijaksanaan
tersebut harus saling melengkapi ataukan searah. Pemahaman yang memadai tentang
indikator pembangunan daerah ini akan mengakibatkan semakin terarahnya
pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan dan semakin tingginya responsi
masyarakat dalam menyukseskan dan mencapai sasaran yang telah ditargetkan.Hal
ini saya anggap perlu mendapatkan perhatian terutama dari pihak-pihak
pengambilan keputusan, mengingat proses panjang perjalanan bangsa ini untuk
mengisi kemerdekaan harus mendapatkan perhatian dari kita semua. Persentase
keberadaan Bangsa Indonesia belum beranjak dari starting point pada masa kita
memproklamirkan kemerdekaan.
Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari
pengertian tersebut di atas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonom
oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri.
Implementasi
otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk
mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25
Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi.
Sejalan dengan
diberlakukannya undang-undang otonomi tersebut memberikan kewenangan
penyelenggaraan pemerintah daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab.
Adanya perimbangan tugas fungsi dan peran antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah tersebut menyebabkan masing-masing daerah harus memiliki penghasilan
yang cukup, daerah harus memiliki sumber pembiayaan yang memadai untuk memikul
tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan demikian diharapkan
masing-masing daerah akan dapat lebih maju, mandiri, sejahtera dan kompetitif
di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan daerahnya masing-masing.
B. Rumusan Masalah
Dari makalah yang disajikan ini dapat dirumuskan beberapa
masalah:
a.
Apa yang dimaksud
dengan otonomi daerah?
b.
Apa saja
permasalahan otonomi daerah yang terjadi di Indonesia?
c.
Bagaimana cara
menyelesaikan permasalahan otonomi daerah yang terdapat di Indonesia?
d.
Apa yang
dimaksud dengan pembangunan daerah?
e.
Apa yang
dimaksud dengan percepatan pembangunan daerah?
f.
Bagaimana
tindakan afirmatif terhadap ketertinggalan ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan ini di bagi menjadi 2 yaitu, tujuan umum dan khusus:
a.
Tujuan
Umum
1. Mengetahui
permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
2. Meneliti penyelesaian dari permasalahan yang ada
3. Agar mahasiswa mengetahui otonomi daerah dan percepatan pembangunan daerah
2. Meneliti penyelesaian dari permasalahan yang ada
3. Agar mahasiswa mengetahui otonomi daerah dan percepatan pembangunan daerah
b.
Tujuan
Khusus
Menyelesaikan
tugas mata kuliah Kewarganegaraan tentang Permasalahan Dalam Otonomi Daerah
D.
Manfaat
Penulisan
1. Sebagai
bahan pelajaran bagi pelajar.
2. Sebagai wacana awal bagi penyusunan makalah selanjutnya.
3. Sebagai literature untuk lebih memahami otonomi daerah di Indonesia
2. Sebagai wacana awal bagi penyusunan makalah selanjutnya.
3. Sebagai literature untuk lebih memahami otonomi daerah di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Otonomi Daerah
I.
Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah penyerahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah
tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka
muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya
adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan
sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem
pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan
paradigma pemerintahan di
Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan
tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang melatarbelakanginya
adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan keputusan untuk lebih dekat
dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh program dan pelayanan yang
dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini akan meningkatkan relevansi
antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat lokal, sekaligus
tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah ditingkat daerah dan
nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif peningkatan perencanaan,
pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial ekonomi diharapkan dapat menjamin
digunakannya sumber-sumber daya pemerintah secara efektif dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan lokal.
Tujuan
pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan
pelayanan masyarakat yang semakin baik.
2. Pengembangan
kehidupan demokrasi.
3. Keadilan.
4. Pemerataan.
5. Pemeliharaan
hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan
NKRI.
6. Mendorong untuk
memberdayakan masyarakat.
7. Menumbuhkan
prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan
peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Asas-asas Otonomi Daerah terdiri
atas:
1. Asas Sentralisasi adalah
pemusatan seluruh penyelenggaraan pemerintah Negara dengan pemerintah pusat.
2. Asas Desentralisasi adalah segala
pelimpahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
3. Asas Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang dari pemerintah gubernur sebagai wakil pemerintah dan
perangkat pusat di daerah.
4. Asas Pembantuan adalah asas yang menyatakan
turut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintah yang ditugaskan kepada
pemerintah daerah dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan kepada yang
memberi tugas.
II.
Permasalahan
Dalam Otonomi Daerah Di Indonesia
Sejak diberlakukannya paket UU mengenai Otonomi Daerah, banyak orang sering
membicarakan aspek positifnya. Memang tidak disangkal lagi, bahwa otonomi
daerah membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk
mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem
pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku
pembangunan yang tidak begitu penting atau pinggiran. Pada masa lalu,
pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih pemerataan
pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah justru
mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan tersebut
tampaknya banyak daerah yang optimis bakal bisa mengubah keadaan yang tidak
menguntungkan tersebut.
Akan tetapi apakah di
tengah-tengah optimisme itu tidak terbersit kekhawatiran bahwa otonomi daerah
juga akan menimbulkan beberapa persoalan yang, jika tidak segera dicari
pemecahannya, akan menyulitkan upaya daerah untuk memajukan rakyatnya? Jika
jawabannya tidak, tentu akan sangat naif. Mengapa? Karena, tanpa
disadari, beberapa dampak yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan otonomi
daerah telah terjadi. Ada beberapa permasalahan yang dikhawatirkan bila
dibiarkan berkepanjangan akan berdampak sangat buruk pada susunan
ketatanegaraan Indonesia.
Masalah-masalah tersebut antara
lain :
1. Adanya eksploitasi Pendapatan Daerah
2.Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah yang belum
mantap
3. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi daerah yang belum memadai
4. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang
sepenuhnyapelaksanaan otonomi daerah
5. Korupsi di Daerah
6. Adanya potensi munculnya konflik antar daerah
III.
Penyelesaian
permasalahan otonomi daerah di Indonesia
Pada intinya,
masalah – masalah tersebut seterusnya akan menjadi persoalan tersendiri,
terlepas dari keberhasilan implementasi otonomi daerah. Pilihan kebijakan yang
tidak populer melalui intensifikasi pajak dan perilaku koruptif pejabat daerah
sebenarnya sudah ada sejak lama dan akan terus berlangsung. Jika kini keduanya
baru muncul dipermukaan sekarang, tidak lain karena momentum otonomi daerah
memang memungkinkan untuk itu. Otonomi telah menciptakan kesempatan untuk
mengeksploitasi potensi daerah dan sekaligus memberi peluang bagi para pahlawan
baru menganggap dirinya telah berjasa di era reformasi.
Untuk menyiasati beratnya beban
anggaran, pemerintah daerah semestinya bisa menempuh jalan alternatif, selain
intensifikasi pungutan yang cenderung membebani rakyat dan menjadi disinsentif
bagi perekonomian daerah, yaitu (1) efisiensi anggaran, dan (2) revitalisasi
perusahaan daerah. Akan tetapi, jika keduanya bukan menjadi prioritas pilihan
kebijakan maka pemerintah pasti punya alasan lain.
Upaya revitalisasi perusahaan
daerah pun kurang mendapatkan porsi yang memadai karena kurangnya sifat
kewirausahaan pemerintah. Sudah menjadi hakekatnya bahwa pemerintah cenderung
melakukan kegiatan atas dasar kekuatan paksa hukum, dan tidak berdasarkan
prinsip-prinsip pasar, sehingga ketika dihadapkan pada situasi yang bermuatan
bisnis, pemerintah tidak bisa menjalankannya dengan baik. Salah satu cara untuk
mengatasi hal ini pemerintah daerah bisa menempuh jalan dengan menyerahkan
pengelolaan perusahaan daerah kepada swasta melalui privatisasi.
Dalam kaitannya dengan persoalan
korupsi, keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah
juga perlu diupayakan. Masyarakat harus turut aktif dalam menangkal perilaku
korupsi di kalangan pejabat publik, yang jumlahnya hanya segelintir
dibandingkan dengan jumlah rakyat pembayar pajak yang diwakilinya. Rakyat boleh
menarik mandat jika wakil rakyat justru bertindak bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum dan mengkhianati nurani keadilan masyarakat. Begitu juga, akhirnya
seorang kepala daerah atau pejabat publik lain bisa diminta turun jika dalam
melaksanakan tugasnya terbukti melakukan pelanggaran serius, yaitu korupsi dan
menerima suap atawa hibah dalam kaitan jabatan yang dipangkunya.
Pemeritah juga seharusnya
merevisi UU yang dipandang dapat menimbulkan masalah baru di bawah ini penulis
merangkum solusi untuk keluar dari masalah Otonomi Daerah tanpa harus
mengembalikan kepada Sentralisasi. Jika pemerintah dan masyarakat bersinergi
mengatasi masalah tersebut. Pasti kesejahteraan masyarakat segera terwujud.
1. Membuat masterplan pembangunan nasional untuk membuat sinergi Pembangunan
di daerah. Agar menjadi landasan pembangunan di daerah dan membuat pemerataan
pembangunan antar daerah.
www.aliviabirru.blogspot.com/2014/permasalahan-yang-timbul-dalam-pelaksanaan -otonomi-daerah.htlm
2. Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme dengan
mengadakan kegiatan menanaman nasionalisme seperti kewajiban mengibarkan
bendera merah putih.
3. Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian
korupsi yang dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya tinggi
membuat kepala daerah melakukan korupsi.
4. Melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang dengan
peraturan diatasnya yang lebih tinggi.
5. Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan daerah
untuk mencegah pembentukan dinasti politik.
6. Meningkatkan kontrol terhadap pembangunan di daerah dengan memilih mendagri
yang berkapabilitas untuk mengawasi pembangunan di daerah.
7. Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi (reformasi
birokrasi), mengadakan pelayanan satu pintu untuk masyarakat. Melakukan
efisiensi anggaran.
8. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor SDA dan Pajak serta mencari
dari sektor lain seperti jasa dan pariwisata digunakan untuk kesejahteraan
masyarakat.
B.
Percepatan Pembangunan Daerah
I.
Pembangunan
Daerah
Adalah suatu
proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut.
Pada umumnya pembangunan nasional
banyak Negara-negara sedang berkembang dipusatkan pada pembangunan ekonomi
melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, paradigma tradisional
mengenai pembangunan cenderung mengidentikkan pembangunan dengan pertumbuhan
ekonomi. Dewasa ini, definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima
adalah: suatu proses peningkatan output dalam Jangka Panjang. Yang dimaksud
dengan proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan tertentu yang saling
berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi lebih dari
sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan
ekonomi yang diikuti dengan perubahan (growth plus change) dalam:
pertama, perubahan struktur ekonomi; dari pertanian ke industri atau jasa.
Kedua, perubahan kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan
itu sendiri.
Teori
Pertumbuhan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah
menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit karena :
menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit karena :
a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan
berdasarkan pengertian daerah modal. Dengan data yang sangat terbatas sangat
sukar untuk menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam membenikan gambaran
mengenai perekonomian suatu daerah.
b. Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk
analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan, sebab
perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian nasional.
Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan kaeluar dan
suatu daerah sukar diperoleh.
d. Bagi NSB
disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum. Data yang ada terbatas
itupun banyak yang sulit untuk dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk
melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian suatu daerah.
II.
Pengertian Percepatan
Pembangunan Daerah
Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), adalah sebuah program uji coba inovatif yang dirintis
oleh Pemerintah Indonesia pada bulan Agustus 2005 dan dirancang untuk mengatasi
permasalahan pemerintahan dan kebijakan di 51 kabupaten termiskin di seluruh
Indonesia. P2DTK didasarkan pada sejumlah proyek pengembangan masyarakat lain
yang telah sukses, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK/KDP), untuk
menyelaraskan prosedur perencanaan secara bottom-up dengan pemerintah
kabupaten yang baru saja diberdayakan.
III.
Tindakan Afirmatif terhadap Ketertinggalan
Kebijakan pembangunan dan pemerintahan
yang sentralistik kemudian berubah menjadi berdasarkan otonomi daerah seiring
dengan Reformasi. Namun sepuluh tahun Reformasi berlalu, otonomi daerah, yang
memberikan daerah hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan, belum berhasil menjawab permasalahan
ketertinggalan sejumlah daerah dalam suatu Daerah Otonom. Di sisi lain,
reformasi ketatanegaraan telah menjadikan pemilihan kepala daerah berdasarkan
pada sistem pemilihan langsung oleh penduduk daerah yang bersangkutan. Namun
realita demografi menunjukkan bahwa keterisolasian sejumlah wilayah dalam suatu
daerah membuat wilayah tersebut tidak signifikan sebagai kantong suara dalam
proses pemilihan kepala daerah, yang sangat menekankan kepraktisan politik
belaka. Demikianlah banyak daerah di Indonesia seolah terjebak dalam
keterisolasian pembangunan dan politik, dan terus tertinggal.
Kondisi ini harus mendapatkan perhatian
yang cermat, serius, dan sesuai dengan dinamika ketatanegaraan serta hukum yang
ada, sehingga Negara tidak gagal dalam kewajibannya memenuhi hak-hak
konstitusional setiap warga negara. Di sisi yang lain, dalam alam kemerdekaan,
hak setiap warga negara untuk menjadi sejahtera dan cerdas dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak boleh terpasung. Dengan
mempertimbangkan juga perkembangan regional terutama di Asia Tenggara, maka
suatu kebijakan nasional untuk percepatan pembangunan sejumlah daerah
tertinggal sebagai suatu tindakan-afirmatif (affirmative action) merupakan
suatu langkah strategis yang sudah sangat mendesak.
Tujuan percepatan pembangunan daerah
tertinggal adalah untuk:
1.
Memberikan dan
menjamin pemenuhan hak dan kesempatan kepada setiap warga negara dan daerah
tertinggal untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan agar setara dengan
daerah lainnya dalam wilayah NKRI;
2.
Memberdayakan masyarakat daerah tertinggal
melalui pembukaan atau peningkatan akses dalam berbagai bidang sehingga mereka
mampu menjaga harkat dan martabat sebagaimana warga negara Indonesia lainnya;
3.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
melalui pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, termasuk namun tidak terbatas
pada kesehatan, pendidikan, dan lapangan pekerjaan;
4.
Meningkatkan
ketersediaan sarana dan prasarana di dalam daerah tertinggal, antara lain
energi (listrik), transportasi, telekomunikasi, dan sarana perdagangan; dan
5.
Mempercepat terciptanya keseimbangan
pembangunan daerah tertinggal dengan daerah lainnya, sehingga terjadi
harmonisasi kehidupan antarmasyarakat.
IV.
UU Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal
Kebijakan nasional ini perlu diambil
agar terdapat suatu koordinasi yang baik, dan tidak menegasikan otonomi daerah
yang sudah berjalan. Mengingat kebijakan nasional tersebut akan mengatur
tentang pemenuhan hak-hak konstitusional dan hak-hak asasi, serta hak dan
kewajiban warga negara, maka sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan kebijakan nasional tersebut
seyogianya berupa suatu undang-undang percepatan pembangunan daerah tertinggal
(UU PPDT).
Usaha percepatan pembangunan daerah
tertinggal tunduk pada Pasal 18B ayat 2 UUD 1945, yakni “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
Pengakuan dan penghormatan ini penting, paling tidak untuk dua hal. Pertama,
percepatan pembangunan bukanlah untuk mengeksploitasi sumber daya alam daerah
bersangkutan, tapi memberikan hak yang sama kepada setiap warga negara untuk
maju dan berkembang dalam kerangka NKRI. Oleh karena itu, masyarakat hukum adat
dan hak-hak tradisionalnya tidak boleh terkooptasi oleh pembangunan, apalagi
termarjinalkan. Kedua, budaya dan adat di Indonesia demikian beraneka ragam dan
tidak semua masyarakat hukum adat memiliki orientasi dan penerimaan yang sama
tentang pembangunan. Sebagian menerima pembangunan, sementara sebagian lain
memutuskan untuk meneruskan pola kehidupan yang ajeg dan memilih untuk tidak
ikut menerima pembangunan. Keputusan dan pilihan yang demikian harus dihormati.
Hal yang penting di sini adalah Negara telah memenuhi kewajibannya memberikan
hak-hak konstitusional kepada setiap warga negara. Adalah hak warga negara yang
bersangkutan untuk memilih mengeksekusi hak-hak konstitusionalnya.
Dilihat dari jenis urusan pemerintahan
yang hendak diatur, maka UU PPDT merupakan suatu pengaturan dalam rangka
penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah, yang telah
diidentifikasikan oleh UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagai
urusan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal. Meskipun UU tersebut
menyatakan bahwa untuk urusan daerah tertinggal tidak perlu harus dibentuk
suatu kementerian sendiri, dalam kenyataannya Pemerintah telah mendirikan
Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal.
Letak dan materi muatan UU PPDT harus
memperhatikan hukum positif yang ada dan otonomi daerah, sehingga kepastian
hukum dapat tercapai, dan ketumpangtindihan kewenangan dan pengaturan,
serta inefisiensi alokasi sumber daya dapat menjadi minimal. Mencermati hal-hal
tersebut, maka kewenangan Kementerian dan UU PPDT seyogianya bersifat
koordinatif terhadap kementerian-kementerian, pemerintah-pemerintah daerah, dan
sejumlah undang-undang yang sudah ada.
Percepatan pembangunan daerah
tertinggal dimulai dengan pengidentifikasian daerah tertinggal dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut:
a.
Secara
perekonomian suatu daerah memiliki PDB dan pendapatan per kapita yang rendah,
dan tingkat kemiskinan yang tinggi;
b.
Secara sumber
daya manusia daerah memiliki Indeks Pembangunan Manusia yang rendah;
c.
Secara sarana
dan prasarana yang minim di bidang transportasi, energi, kesehatan, pendidikan,
telekomunikasi dan perekonomian; dan/atau
d.
Secara
kemampuan keuangan daerah mempunyai Pendapatan Asli Daerah dan Penerimaan dari
Pemerintah rendah.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Otonomi Daerah adalah penyerahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi
urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya
dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi
maka muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Pembangunan daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola
sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut.
Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK), adalah sebuah program uji coba inovatif yang dirintis
oleh Pemerintah Indonesia pada bulan Agustus 2005 dan dirancang untuk mengatasi
permasalahan pemerintahan dan kebijakan di 51 kabupaten termiskin di seluruh
Indonesia.
B.
Saran
Dalam penulisan makalah ini, kami
merasa masih banyak terdapat kesalahan dan kekhilafan dalam penyajiannya. Jadi,
kami mohon kritik dan sarannya demi tercapainya kesempurnaan makalah ini
Dari
kesimpulan yang dijabarkan diatas, maka dapat diberikan saran antara lain:
- Pemerintahan daerah dalam
rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi
daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan
antarpemerintah daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
- Konsep otonomi luas,
nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan
pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan
masyarakat.
Bagaimana pemerintah daerah dapat memperkuat peran masyarakat dalam pengawasan terhadap kebijakan dan tindakan aparat pemerintah untuk mewujudkan otonomi yang efektif?
ReplyDeleteVisit us Telkom University